Aku Beribadah Maka Aku Ada. Ibadah merupakan hakikat keberadaan dan inti keberagamaan manusia. Semakin tulus seseorang beribadah, semakin dekat ia kepada Allah. Ibadah bukan semata-mata demi memenuhi kewajiban tanpa kehadiran hati. Gerak tubuh harus menyatu dengan gerak hati. Kalau tidak, ibadah menjadi hampa. Rasulullah saw. bersabda, “Banyak orang yang shalat tetapi yang diperolehnya hanya pegal dan lelah (HR al-Nasâ’î dan Ibn Mâjah). Dalam hadis lain, “Berapa banyak orang berpuasa tetapi yang diperolehnya hanya lapar dan dahaga.“ (HR an-Nasa’i dan Ibnu Majah). Nilai suatu ibadah tidak hanya ditentukan oleh bentuk lahirnya, tetapi juga tergantung pada kesadaran batin pelakunya.
Didukung dengan referensi yang kaya dan tepercaya, buku ini mengupas lapis-lapis makna spiritual setiap ibadah sehari-hari—mulai dari bersuci, shalat, puasa, zakat, dan haji. Dengan berpijak pada ketentuan-ketentuan syariat yang kukuh, pembaca dituntun agar menghayati elemen-elemen batin setiap ucapan dan gerak ibadah yang kita lakukan sehingga membuahkan kebaikan moral dan kebahagiaan spiritual dalam kehidupan kita.
Secara telaten, jernih, dan mencerahkan, Dr. Yunasril mengajak kita untuk memahami ibadah lebih dari sekadar kewajiban atau demi meraih pahala/takut terhadap siksa akhirat, tetapi juga sebagai sarana untuk menumbuhkan kemuliaan jiwa, ketenteraman batin, kesuksesan hidup, dan kebahagiaan manusia sebagai hamba Allah.
“Ibadah yang terus-terusan meningkat dari sisi kualitas dan kuantitas akan mengantarkan seorang mukmin semakin dekat kepada Allah. Sebagai balasannya, Allah akan menunjuki dia dalam menempuh segala aktivitas hidupnya,“ tutur Dr. Yunasril dalam mengantar buku ini.
“Lebih dari itu,” lanjutnya, “para arif menyembah Allah semata-mata karena Dia dan karena Dia memang pantas disembah.” Menunaikan ibadah pun menjadi ekspresi cinta dan kerinduan spiritual sang hamba kepada Penciptanya. Hanya dengan cinta, ibadah menjadi mudah, kepatuhan menjadi kerinduan, dan ketaatan menjadi dambaan.