Islam tidak melulu berisi doktrin dan teologi, tetapi juga tentang keadaban, kebudayaan, dan peradaban.
Bukti itu ditunjukkan dengan diutusnya Kanjeng Nabi Muhammad Saw. di muka bumi ini untuk memperbaiki akhlak manusia.
Estafet tugas mulia itu diteruskan oleh penyebar Islam awal, terutama Walisongo dan pesantren-pesantren tradisional di Nusantara, yang di dalamnya terdiri dari empat entitas yang menyatu; kiai, santri, kurikulum, dan asrama. Keempat pilar inilah yang membentuk generasi beretika.
Dalam upaya tersebut, pendidikan pesantren berpegang teguh pada ajaran Rasul, dengan menjaga tradisi sanad keilmuan yang selektif di saat yang sama, dengan cerdiknya mereka menanamkan Islam pada lingkungan sekitar tanpa intimidasi dan memberangus tradisi dan kearifan lokal.
Hasilnya, seperti yang kita lihat di berbagai pesantren tradisional sekarang: kearifan lokal terpelihara, sementara nilai-nilai Islami mengakar dan adiluhung. Buku ini menghadirkan bukti antropologis bagaimana Islam rahmatan lil alamin bersenyawa dengan kebudayaan lokal dan hasilnya adalah Islam Nusantara.