Kemarahan sering bermula dari kegilaan yang tak bisa dikendalikan dan kerap berakhir dengan penyesalan yang menyakitkan.
Meluapkan kemarahan seakan bisa melegakan perasaan.
Kenyataannya justru seseorang kerap sadar saat kemarahan itu mereda: “Kenapa aku bisa marah seperti itu?!”
Kemarahan memang membuat orang tampak “gila” dan akan membuatnya malu saat menyadari kegilaannya itu.
Sebab itulah Rasulullah mengatakan kepada sahabat yang meminta nasihat pada suatu saat, “La taghdab.”
Jangan marah. Padahal, pada saat itu, sahabat tersebut tidak sedang marah.
Nasihat tersebut menyiratkan agar para sahabat menyadari akibat buruk kemarahan—untuk diantisipasi.
Sebab, akibat kemarahan hanya bisa dipahami jika seseorang tidak sedang dalam kondisi marah.
Namun, apakah setiap kemarahan itu buruk?
Buku berharga ini memaparkan hadis-hadis yang mengisahkan momentum saat Rasulullah marah dan geram.
Saat ia tidak menyukai sesuatu yang terjadi di lingkungan keluarga, para sahabat, atau masyarakat.