Allah adalah kesejatian tertinggi dalam kehidupan ini. Melalui kitab ini, Imam al-Ghazali menuntun kita mencapai hadirat tertinggi itu.
Tak tanggung-tanggung, Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Ibnu Arabi, Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dan sederet ulama besar lain berpegang pada karya sang Hujjatul Islam ini.
Sebagai pembaca, kita tak perlu ragu akan ketajaman berpikir dan kedalaman ilmu Imam al-Ghazali. Beliau adalah tokoh yang pemikirannya masih sangat relevan hingga saat ini.
Pada masanya, dirinya selalu menjadi rujukan soal hukum-hukum Islam. Bahkan, dirinya sempat menduduki posisi tertinggi dalam sebuah lembaga keilmuan yang sangat disegani.
Ketinggian ilmu dan kelembutan jiwa Imam al-Ghazali membuatnya disebut sebagai pewaris yang utama kenabian setelah Nabi Muhammad saw. “Jika ada Nabi setelah Nabi Muhammad, maka Imam al-Ghazali lah orangnya.”
Begitu ungkap Taqiyuddin as-Subki, salah satu ulama mazhab Syafi’i. Konon, setiap 100 tahun, lahir seorang pembaharu dalam Islam.
Jika melihat kiprah Imam al-Ghazali ini, rasanya tak berlebihan jika pembaharu itu adalah Imam al-Ghazali. Beliau adalah sosok ulama yang senantiasa konsisten dalam menjalani laku spiritual dalam hidupnya.
Meneguk khazanah ilmu dalam buku ini serasa melewati taman-taman kebenaran yang penuh hikmah.
Lantas kesadaran tertinggi seorang hamba tertanam dalam jiwanya.
Maka hanya tersisa kebenaran yang tertinggi, yaitu Allah sang Mahasejati.