Sebagian kalangan meragukan kemaksuman para nabi dan rasul.
Bagi mereka, nabi dan rasul pernah berdosa atau berbuat tercela.
Mereka bahkan berargumen dengan dalil-dalil al-Quran dan hadis untuk memperkuatnya.
Nabi Adam, misalnya, dianggap berdosa karena melanggar perintah Allah untuk tidak memakan buah khuldi.
Nabi Nuh dianggap berdosa karena memohon agar istri dan anaknya diselamatkan dari banjir besar.
Nabi Ibrahim dianggap berdosa karena berbohong. Begitu pula para nabi lainnya.
Kemaksuman para nabi memang menjadi topik diskusi serius.
Topik ini masuk dalam ranah teologis yang sensitif. Di kalangan ulama klasik juga terjadi perbedaan pendapat.
Wacana ini akan terus muncul di setiap zaman, karena apa yang dianggap sebagai “dosa nabi” tertera dalam al-Quran dan hadis.
Apakah nabi dan rasul benar-benar maksum? Lalu, kenapa beberapa dari mereka digambarkan pernah “berdosa” atau “bersalah”?
Dalam buku klasik ini, teolog, filsuf, dan ahli tafsir abad ke-7 H Fakhruddin ar-Razi menyampaikan setidaknya lima belas argumentasi yang kukuh, koheren, rasional, dan filosofis untuk menangkis, membela, sekaligus menegaskan kemaksuman para nabi dan rasul.
Buku ini menjadi semacam pledoi terhadap kalangan yang meragukan kemaksuman mereka. Penting dibaca oleh siapa saja.
“Sesungguhnya para nabi terjaga dari dosa besar dan dosa kecil yang disengaja dalam masa kenabian. Adapun dosa karena lupa mungkin saja terjadi pada mereka.” –Ar-Razi