Ilmu Maqulat adalah salah satu komponen utama dalam ilmu manthiq atau logika, yang membahas kategori-kategori.
Terkenallah istilah sepuluh kategori (al-maqulat al-‘asyr) dari Aristoteles. Kategori-kategori ini, sekalipun tidak mudah untuk dipahami, tetapi sering dinyatakan sebagai bagian dari logika yang paling banyak didiskusikan.
Di tangan penulis, duskusi tentang Ilmu Maqulat menjadi cukup ringan dalam arti mudah dimengerti dengan contoh-contoh yang konkrit dalam menjelaskannya.
Oleh karena itu saya memandang buku ini sangat bermanfaat baik dan wajib dimiliki oleh mahasiswa atau peminat Ilmu Logika, karena kedudukan Ilmu Maqulat yang penting dalam sistem logika, maupun karena penjelasannya yang sangat renyah dan down to earth!!
(Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara. Guru Besar Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
"Idza aradta an yakuna laka sya'nun fi al-Ilm, fa 'alaika bi 'ilm al-Manthiq wa 'ilm al-Kalam."
"Jika Anda ingin memiliki kedudukan dalam dunia intelektual, maka pelajarilah ilmu mantik dan ilmu kalam."
Dalamilah ilmu yang bisa melatih kecakapan, ketelitian, kedalaman dan ketajaman berpikir Anda, sekaligus mampu memperkokoh keyakinan.
Karena tanpa ilmu itu, cara berpikir Anda akan kacau. Dan dengan cara berpikir yang kacau, wawasan Anda juga, sebanyak apapun, akan terlihat kacau.
Banyak orang bergelar tinggi, tulisannya rimbun dengan kutipan orang-orang keren, bacaannya luas, tapi cara berpikirnya memprihatinkan.
Argumen yang disusunnya basah dengan aneka macam kekacauan. Yang tidak tahu akan berdecak kagum, sedangkan yang tahu bisa tertawa geli.
Singkatnya, gelar bukan jaminan orang bisa berpikir dengan benar.
Yang dikatakan Imam al-Ghazali, benar belaka, "yang tidak belajar ilmu mantik, layak dipertanyakan kredebilitas ilmunya".
Sayangnya yang orang tahu tentang ilmu mantik kadang hanya silogisme saja.
Kalau disebut kata manthiq, yang mendarat di kepala mereka hanyalah pembahasan tentang definisi dan silogisme. Padahal, kalau bersentuhan dengan buku-buku logika yang tebal, faktanya tidak sesederhana itu.
Ada banyak kekayaan intelektual yang belum terkuak. Para filsuf Muslim tidak hanya mengekor pada tradisi Yunani, tapi mereka juga melakukan kritik bahkan improvisasi.
Selama kita peduli dengan kewarasan berpikir, terlalu naif bagi kita untuk menyepelekan ilmu itu.